Fakta mengejutkan terungkap dalam kegiatan penyelidikan yang dilakukan Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jambi bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jambi di RSUD Raden Mattaher, Kamis (15/5/2025). DLH secara tegas menyatakan bahwa pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di rumah sakit milik Pemprov Jambi itu dijalankan oleh tenaga yang belum tentu memiliki kompetensi sesuai ketentuan perundang-undangan.
Salah satu yang menjadi sorotan utama adalah Haryadi, penanggung jawab limbah B3 di RSUD Raden Mattaher, yang diduga kuat belum memiliki sertifikat uji kompetensi pengelolaan limbah B3.
“Ini bukan pekerjaan coba-coba. Pengelolaan limbah B3 harus dilakukan oleh tenaga yang bersertifikat dan memahami dengan baik karakter limbah, potensi bahayanya, serta tata cara penanganannya,” tegas perwakilan DLH Provinsi Jambi saat dikonfirmasi.
Kekhawatiran DLH makin memuncak ketika salah satu perwakilan rumah sakit menjawab pertanyaan mereka terkait jenis limbah B3 yang paling berbahaya dengan menyebut “oli bekas”. Jawaban itu langsung dibantah keras oleh DLH karena menunjukkan minimnya pemahaman tentang klasifikasi limbah medis.
“Oli bekas? Itu jelas limbah mudah terbakar, bukan infeksius. Ini bukti ada yang sangat salah dalam pengelolaan! Jangan-jangan simbol bahaya pun tidak dipasang di fasilitas penyimpanan. Bukak-bukak, Bang! Harus kita periksa satu-satu,” kata salah satu petugas DLH.
isu terkait pengelolaan limbah medis di RSUD Raden Mattaher sebenarnya sudah lebih dulu ramai di Jambi. Salah satu yang sempat memicu kehebohan publik adalah beredarnya informasi dan dokumentasi soal praktik pemisahan botol infus dari kantong kuning yang tercampur dengan limbah infeksius lainnya. Meskipun temuan itu bukan berasal dari DLH, sorotan masyarakat terhadap lemahnya sistem pengelolaan limbah di rumah sakit tersebut kian menguat.
Dengan rentetan persoalan ini, pengelolaan Limbah B3 di RSUD Raden Mattaher Patut di pertanyakan keamanan nya sesuai prosedur patut diduga sangat jauh dari standar. Minimnya kompetensi tenaga, buruknya standar administratif, hingga potensi pelanggaran teknis lainnya menjadi indikasi serius adanya kelalaian struktural.
“Kalau tidak tahu karakter limbah, bagaimana bisa mengelola penyimpanan? Bagaimana kalau terjadi tumpahan atau kebocoran? Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini soal keselamatan, ini soal ekosistem,” tegas DLH.
DLH memastikan akan terus mengawal proses penyelidikan bersama kepolisian. Mereka juga mengingatkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Jambi agar tidak lagi menganggap remeh pengelolaan limbah B3.
Kasus RSUD Raden Mattaher menjadi peringatan keras bahwa pengabaian terhadap standar dan aturan pengelolaan limbah medis bukan hanya berisiko hukum, tetapi juga mengancam keselamatan publik dan lingkungan hidup.