DISTRIKBERITA.COM | Hak asasi manusia (HAM) dalam hukum adalah hak-hak dasar yang melekat pada setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir menurut ahli hukum pidana Soetandyo Wignjosoebroto, HAM adalah hak fundamental dan melekat pada manusia karena hakikat dan kodratnya sebagai manusia, serta berlaku secara universal. Hak ini bersifat inheren dan melekat, dimiliki oleh setiap manusia secara alamiah, bukan sebagai pemberian dari kekuasaan manapun, serta tidak dapat dirampas HAM mencakup berbagai hak, termasuk hak-hak sipil, ekonomi, sosial, dan budaya, serta hak-hak yang terkait dengan martabat dan kemanusiaan. Salah satu aspek dalam HAM yaitu Melindungi Martabat dan Kemanusiaan dimana HAM melindungi manusia dari perlakuan yang tidak manusiawi, penyiksaan, perbudakan, atau perlakuan diskriminatif berdasarkan ras, agama, gender, atau status sosial.
Kasus pelanggaran ham yang sangat sering kita jumpai dalam kehidupan kita sehari – hari adalah kekerasan pada anak. Kekerasan pada anak menjadi semakin marak, karna secara dasar kekerasan fisik merupakan salah satu tindakan yang melanggar HAM, mirisnya di indonesia sendiri masuk jajaran negara dengan tindak kasus kekerasan dan bullying pada anak nomor 5 di dunia menurut data programme for international assessmen (PISA) dengan rincian sekitar 41 % anak di bawah umur 15 tahun di indonesia mengalami kekerasan fisik maupun mental.
Didalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang ini menjamin perlindungan anak melalui berbagai upaya, seperti memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-hak anak, melindungi anak dari kekerasan dan diskriminasi, serta mencegah eksploitasi ekonomi dan seksual, Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam Konteks Hak Asasi Manusia ini terutama pada anak dibawah umur adalah suatu masalah yang sangat kompleks dan memprihatinkan di Indonesia Kekerasan ini juga dapat berupa kekerasan fisik, seksual, penganiayaan emosional, atau pengabaian terhadap anak. Tetapi dengan sudah adanya prodsedur hukum yang menjamin tidak pula berjalan dengan penanganan yang baik contohnya saja angka berdasarkan laporan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) pada tahun 2023 tercatat sebanyak 3.547 kasus kekerasan ini merupakan peningkatan sebesar 30% dari tahun sebelumnya hanya berkisan 2.178 kasus kekerasan pada anak.
Kekerasan pada anak dibawah umur tidak hanya terjadi di keluarga yang miskin atau lingkungan yang kurang baik. Hal ini dapat terjadi pada semua kelompok ras, ekonomi, dan budaya, Bahkan pada keluarga yang terlihat harmonis pun bisa saja terjadi kekerasan pada anak. Faktor kesiapan seseorang menjadi orang tua akan sangat menentukan bagaimana mereka memperlakukan anak mereka kesiapan orang tua yang matang dapat meminimalisir terjadinya kekerasan pada anak. Berbicara tentang kesiapan menjadi orang tua tidak hanya di tentukan berdasarkan nilai keseimbangan ekonomi yang di punya tetapi juga dipengaruhi oleh tingkat kesabaran, pendidikan dan nilai agama yang di miliki.
Dilain sisi faktor meningkatnya meningkatnya kasus kekerasan pada anak tidak hanya faktor internal saja tetapi dari eksternal yaitu kurangnya sumber daya dan bantuan untuk anak korban kekerasan dapat memperkirakan anak korban tidak mendapatkan perawatan atau pendampingan dari Psikolog yang tepat dan sangat sulit untuk sembuh dari trauma, Kurangnya hukuman yang efektif terhadap pelaku kekerasan (berapa kasus) dapat memungkinkan pelaku tidak takut dan terus melakukan kekerasan terhadap anak.
Diperparah lagi dengan kurangnya hukuman yang efektif pada pelaku kekerasan sebagai alasan yang paling kuat dan utama bertambahnya kasus kekerasan pada anak. Faktor ini dikarenakan lemahnya hukum di Indonesia maupun penegak hukum tersebut. Fokus kepada kasus kekerasan pada anak yang banyak terjadi akhir akhir ini yaitu berada dikeluarga miskin, Bentuk kekerasan yang paling umum terjadi pada anak dikeluarga miskin adalah Kekerasan seksual dan kekerasan fisik . Tetapi semakin bertambahnya jumlah kasus ini masih banyak yang belum terselesaikan sampai pada tahap pelaku kekerasan mendapat hukuman yang setimpal.
Hal ini menimbulkan permasalahan yang terjadi hanya itu itu saja,tak jarang kasus kekerasan yang menimpah anak dan orang tua di pandang sebelah mata oleh penegak – penegak hukum , jarang sekali masyarakat atau orang tua anak (Pelapor) mendapat jawaban maupun respon terkait kasus yang menimpa anaknya tersebut, sudah menjadi langganan juga laporan terkait kasus tersebut tiba tiba lenyap. Hal ini telah menjadi seperti sebuah tradisi di Indonesia.
Solusi berdasarkan opini pribadi milik penulis beranggapan jika sistem dan cara penerapan hukum di indonesia tidak di tingkatkan secara serius tidak menutup kemungkinan di tahun berikut – berikutnya akan mengalami penanjakan kasus yang lebih besar dari tahun ini, selain itu peran orang tua yang merupakan titik tersentral dari masalah ini harus memiliki kesiapan menjadi orang tua baik secara ekonomi, pendidikan dan pengetahuan, dan kesiapan mental orang tua akan menentukan tingka kekerasan pada anak. Dengan memperhatikan masalah sentral seperti ini merupakan perwujutan dari penerapan hukum – hukum hak asasi manusia karena pelanggaran HAM di era teknologi dan era reformasi indonesia kejahatan – kejahatan HAM akan banyak terjadi dan dirasakan di lingkup yang lebih kecil seperti keluarga.
Bahkan setelah adanya teriakan-teriakan masyarakat maupun keluarga atau orang sekitar masih sulit mendapatkan respon dan keadilan dari penegak hukum. Hal ini membuktikan bahwa hukum diIndonesia sangat timpang atau cacat. Tindakan ini dapat menunjukkan bahwa tidak berlaku nya Hak Asasi Manusia (HAM) maupun Undang-Undang Perlindugan Anak pada Masyarakat miskin. Bukan hanya itu saja ketimpangan ini juga dapat merusak kepercayaan publik terhadap hukum dan penegak hukum. Menurut saya mengenai hukum di Indonesia masih belum bisa menyelesaikan beberapa permasalahan yang sesuai dengan penerapan hukum dinegara ini. Di tambah edukasi terhadap orang tua tidak dilakukan secara benar – benar dan persoalan inilah yang menjadi sorotan penting pada penulisan ini. Hal ini terbukti bahwa hilangnya keadilan bagi masyarakat (korban ) menengah kebawah, Pada kasus yang terjadi didepan mata kita dimana penegak hukum berusaha membutakan diri dan tuli terhadap kasus yang terjadi bagi masyarakat miskin. Tanpa keadilan hukum hanyalah kekerasan atau kesewenangan yang diformalkan.
Penulis : Dea Winada Tambunan Mahasiswi Ilmu Pemerintahan Universitas Jambi