Distrikberita-Tim percepatan reformasi hukum yang dipimpin Menko Polhukam Mahfud MD menyerahkan laporan rekomendasi percepatan reformasi hukum kepada Presiden Jokowi di Istana Negara, Kamis (14/9).
Total ada lebih dari 150 rekomendasi jangka pendek dan menengah yang diusulkan Tim Percepatan. Dalam pertemuan dengan Jokowi, masing-masing kelompok kerja (pokja) menyampaikan sejumlah rekomendasi utama secara ringkas.
Tim percepatan berharap Presiden sebagai pimpinan tertinggi pemerintah dapat mengerahkan seluruh jajarannya untuk mengimplementasikan rekomendasi percepatan reformasi hukum.
“Sesuai mandat dalam SK pembentukannya, Tim Percepatan akan membantu Menko Polhukam untuk mengawal dan mengevaluasi pelaksanaan rekomendasi-rekomendasi di atas untuk mewujudnya langkah-langkah awal reformasi hukum menyeluruh di Indonesia,” dikutip dari keterangan tersebut.
Berikut sejumlah rekomendasi berdasarkan kelompok kerja.
- Pokja Reformasi Pengadilan dan Penegakan Hukum
Tim Percepatan menekankan pada perbaikan proses pengangkatan pejabat publik strategis (utamanya eselon I dan II) di institusi penegakan hukum dan peradilan, termasuk melalui lelang jabatan, verifikasi LHKPN dan LHA PPATK.Tim mengusulkan dilakukan asesmen untuk menilai kembali kelayakan mereka yang kini menjabat dalam berbagai jabatan stategis.“Guna mendukung profesionalitas aparat, direkomendasikan agar dilakukan pembatasan penempatan anggota Polri di K/L/D dan BUMN,” tulis tim percepatan.
Pemerintah juga diminta untuk mengembalikan independensi dan profesionalitas KPK yang melemah akibat revisi UU KPK dan terpilihnya komisioner yang sebagian ‘bermasalah’, serta menolak pelemahan kembali MK melalui gagasan revisi UU MK saat ini.
Beberapa UU yang bermasalah, seperti UU Narkotika, UU ITE dan KUHAP, didorong untuk segera direvisi, untuk meminimalisir penyalahgunaan oleh aparat.
- Pokja Reformasi Hukum Sektor Agraria dan Sumber Daya Alam
Tim Percepatan menitik-beratkan pada percepatan pembuatan prosedur “Satu Peta”, pengakuan dan/pemulihan hak-hak masyarakat hukum adat, pengesahan RUU Masyarakat adat serta perlindungan bagi pembela HAM-lingkungan.Dalam hal penyelesaian konflik agraria dan mafia tanah serta eksekusi putusan perdata dan TUN terkait kasus agraria dan SDA, karena sifatnya yang kompleks dan membutuhkan rincian data, Tim Percepatan merekomendasikan agar Presiden membentuk dua Satuan Tugas (Satgas).Pertama, Satgas Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria. Kedua, Satgas Pemberantasan Mafia Tanah dan Korupsi SDA.
Satgas-satgas tersebut diharapkan akan melakukan asesmen, identifikasi masalah dan kasus, serta mendorong penyelesaiannya.
Termasuk di dalamnya, kasus-kasus konflik lahan, masalah perizinan (termasuk di pulau kecil dan terluar), serta oprimalisasi penerimaan negara dari sektor SDA.Secara spesifik, Tim Percepatan merekomendasikan agar PP No. 26 Tahun 2023 mengenai Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut serta izin tambang yang ada di pulau-pulau kecil segera dicabut.
Selain itu, pemerintah diminta melakukan moratorium izin baru di daerah yang belum ada kajian lingkungan yang jelas (Kajian Lingkungan Hidup Strategis / KLHS) serta penggunaan personel TNI dan Polri dalam pengamanan obyek vital nasional sampai dilakukan asesmen terkait.
- Pokja Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Tim Percepatan menyorot gelaran Pemilu. Tim merekomendasikan pemantauan aturan terkait publikasi Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) dan penggunaan Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) serta mendorong agar diterbitkan aturan terkait optimalisasi penggunaan instrumen keuangan non-tunai (cashless), termasuk untuk mencegah praktik ‘beli suara’.”Akuntabilitas dan konektivitas data juga menjadi perhatian serius,” tulis tim percepatan.
Direkomendasikan agar KPK memperkuat sistem verifikasi LHKPN, baik yang menilai kebenaran laporan, maupun mendeteksi kekayaan tidak wajar.Hal itu dilakukan dengan pemanfaatan TI dan database kekayaan yang tersebar di berbagai K/L, misalnya data perpajakan, pertanahan, kendaraan, perbankan dan sebagainya.
Penguatan aturan dan penegakan aturan terkait benturan kepentingan (conflict of interest) di semua K/L/D, BUMD/D, transparansi dokumen perizinan (misalnya data HGU), perlindungan whistleblower menjadi hal yang tidak bisa ditawar untuk segera diimplementasikan.
“Tim Percepatan juga berharap agar segera dilakukan revisi undang-undang tipikor dengan mengatur korupsi di sektor swasta, illicit enrichment, foreign public official bribery dan trading in influence serta pengesahan rancangan undang-undang perampasan aset tindak pidana,” tulis tim percepatan.
- Pokja Reformasi Sektor Peraturan Perundang-undangan.Tim Percepatan menghendaki adanya perubahan mendasar dalam kelembagaan pembuat peraturan, dimulai dengan menyusun peta jalan untuk pembentukan otoritas tunggal yang mengelola peraturan perundang-undangan, termasuk guna meningkatkan kualitas peraturan yang dibuat dan meminimalisir tumpang tindih kewenangan.
Sambil mempersiapkan perubahan UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Undang-undangan, dalam jangka pendek perlu dilakukan revisi Perpres No. 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU No. 12 Tahun 2011, termasuk untuk membatasi model pembuatan aturan dengan metode omnibus dan keluarnya peraturan perundang-undangan di bawah Perpres yang terlalu banyak.
“Revisi Perpres ini ditargetkan juga akan memberikan prosedur untuk mencegah disharmonisasi peraturan, serta menjamin partisipasi publik yang bermakna dalam penyusunan peraturan, termasuk dengan menjadikan petisi sebagai metode partisipasi,” tulis tim percepatan.
Demi menjamin hak-hak masyarakat untuk dapat mengakses peraturan, pemerintah dinilai perlu membuat suatu situs tunggal yang lengkap yang memuat rancangan peraturan, seluruh peraturan (pusat dan daerah) yang sudah diundangkan, serta dokumen terkait lain (misal naskah akademik dan notulensi pembahasan).