Distrikberita.com | Pelayanan yang buruk telah menjadi momok bagi masyarakat Indonesia. Di berbagai sektor, mulai dari pemerintahan, kesehatan, hingga transportasi, keluhan tentang pelayanan yang buruks ering terdengar. Karya ilmiah yang saya tulis ini akan mengkaji mengapa pelayanan yang buruk dapat dikatakan sebagai sebuah simfoni kekecewaan.
Pelayanan yang baik merupakan salah satu kunci utama untuk mencapai kepuasan masyarakat. Ketika pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan harapan, maka kekecewaan pun akan muncul.Kekecewaan ini dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk, seperti kemarahan, frustrasi, dan bahkan rasa tidak percaya terhadap institusi atau organisasi yang memberikan pelayanan.
Pelayanan yang buruk dapat dikatakan sebagai sebuah simfoni kekecewaan karena beberapa alasan :Pertama, pelayanan yang buruk selalu dimulai dengan nada yang sumbang. Hal ini dapat berupa sikap petugas yang tidak ramah,antrian yang panjang,proses yang berbelit-belit, atau informasi yang tidak jelas. Nada sumbang ini kemudian akan diikuti dengan nada-nada lain yang semakin memperparah kekecewaan,seperti waktu tunggu yang lama,kesalahan dalam proses pelayanan, atau bahkan perlakuan yang tidak adil.
Kedua, pelayanan yang buruk selalu memiliki akhir yang pahit. Kekecewaan yang dirasakan oleh masyarakat tidak ada yang menyelesaikan. Masyarakat hanya dibiarkan terombang-ambing dalam kekecewaan tanpa ada solusi yang jelas. Hal ini membuat kekecewaan semakin terasa pahit dan sulit untuk dihilangkan.
Ketiga,pelayanan yang buruk selalu meninggalkan kesan yang mendalam.Sekali masyaraka tmengalami pelayanan yang buruk, maka kesan negatif tersebut akan sulit dihilangkan. Hal ini membuat masyarakat menjadi enggan untuk kembali menggunakan layanan tersebut di masa depan.
Potret Kelam Pelayanan Publik:Birokrasi Berbelit: Pengurusan dokumen dan perizinan di instansi pemerintah kerap diwarnai dengan proses yang rumit dan berbelit-belit. Persyaratan yang berlapis, sistem yang tidak transparan, dan lamanya waktu tunggu menjadi momok bagi masyarakat.Ketidak profesionalan Petugas: Sikap tidak ramah, kurang tanggap, dan minimnya pengetahuan petugas dalam melayani publik juga menjadi sumber keluhan. Hal ini mencerminkan kurangnya pelatihan dan profesionalisme dalam melayani masyarakat.Fasilitas yang Kurang Memadai: Kurangnya infrastruktur dan sarana prasarana yang memadai di berbagai
sektor pelayanan publik juga turut memperburuk kualitas pelayanan.
Hal ini dapat dilihat dari gedung layanan yang tidak layak, peralatan yang usang, hingga antrian yang panjang dan tidak tertata.Diskriminasi dan Pungutan Liar: Tak jarang, praktik diskriminasi dan pungutan liar masih ditemui dalam pelayanan publik. Masyarakat dihadapkan dengan perlakuan yang tidak adil dan dipaksa untuk membayar biaya tambahan yang tidak resmi.
Pelayanan yang buruk bukan hanya masalah yang mengganggu kenyamanan masyarakat, tetapi juga merupakan sebuah simfoni kekecewaan yang dapat berdampak jangka panjang. Oleh karena itu,perlu dilakukan upaya-upaya seriusu ntuk meningkatkan kualitas pelayanan diberbagai sektor. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti pelatihan bagi petugas, penyederhanaan proses pelayanan, dan peningkatan transparansi informasi.
Membangun budaya pelayanan publik yang prima membutuhkan komitmen dan kerjasama dari semua pihak. Dengan upaya yang berkelanjutan, diharapkan pelayanan publik di Indonesia dapat menjadi lebih baik dan memenuhi harapan masyarakat.
Penulis : Rianti Simanjuntak Mahasiswa Ilmu Pemerintahan universitas Jambi