Hukuman mati sudah berkali-kali dicanangkan sebagai salah satu opsi untuk menjerat pelaku korupsi demi menimbulkan efek jera di Indonesia. Dan menurut penulis pribadi untuk melaksanakan hal itu hakim harus berani menerapkan hukuman itu karena sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. UU No 31/1999, yang diperbarui dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, mengatur hukuman mati dapat dijatuhkan antara lain pada pelaku korupsi saat negara sedang dilanda krisis, saat bencana alam, atau dalam keadaan tertentu.
Setelah melihat undang-undang yang berlaku kita sebenarnya dapat melihat bahwa terdapat kejanggalan dalam penerapan hukuman mati bagi para koruptor yang telah di desain sedemikianrupa untuk di hindari. Dari kata “hukuman mati dapat dijatuhkan antara lain pada pelaku korupsi saat negara sedang dilanda krisis, saat bencana alam, atau dalam keadaan tertentu”.dari kalimat undang-undang ini dapat kita lihat bahwa tidak ada ketegasan dalam pemerintah untuk memberantas korupsi. Hukuman mati hanya dapat di laksanakan ketika negara dalam keadaan genting, krisis dan lain-lain.
Jika kita melihat bagaimana negara-negara di berbagai belahan dunia dalam menindak para pelaku korupsi di negaranya, seharusnya pemerintah kita dapat mengambil contoh seperti:
- China
Di Negara Tirai Bambu ini, kasus korupsi yang menyedot kerugian negara di atas Rp215 juta akan langsung mendapat hukuman mati.Realisasi hukuman ini benar-benar dilakukan, bukan hanya sekadar peraturan dalam Undang-Undang semata.dalam artian tidak ada undang-undang yang membatasi atau menghalangi penerapan hukuman.
- Malaysia
Di Malaysia Hukuman gantung atau hukuman mati menjadi opsi yang tidak bisa di hindari bagi para pelaku korupsi dasn peraturan ini telah berlaku sejak 1997.
Dari dua negara tersebut kita dapat melihat bahwa mereka tidak menganggap enteng para koruptor di negaranya,dan hal tersebut tidak lain untuk memberikan efek jera dan pelajaran bagi setiap pemangku jabatan untuk slalu bersikap jujur, transparan dan slalu berpegang terhadap nilai-nilai kebangsaan.Jika dilihat dari kaca mata publik, Indonesia masih banyak harus belajar untuk mencerminkan nilai nilai kejujuran bagi para pejabatnya. Kecenderungan seseorang untuk melakukan tindak korupsi, bukan hanya dipandang dari kebutuhan materil atau kebutuhan seseorang yang tidak bisa digapai dengan cara yang jujur. Hal ini juga dapat disebabkan karakter seseorang yang telah terbiasa melakukan kecurangan dalam setiap proses kehidupanya.
Berbagai cara dilakukan dari undang undang yang telah di desain sedemikian rupa agar menghalangi hukuman mati bagi koruptor, lembaga-lembaga negara yang bertugas untuk mengawasi tindak pidana korupsi malah mencari keuntungan, dan banyak juga para pejabat pengawas yang khusus memberantas korupsi malah ikut dalam tindak korupsi itu sendiri
Dari sini kita belajar bahwa hukuman mati saja, tidak membuat takut para pelaku korupsi, dikarenakan mereka telah mendesain cara untuk mengatasi dan menghalangi penerapan hukuman mati tersebut, pejabat yang diberikan keuntungan apabila menutupi dan membantu dalam kelancaran kasus, membuat mereka menganggap santai dan berleha-leha meraup keuntungan negara dan uang masyarakat.
Sebagai publik yang baik marilah kita sama-sama mengingatkan dan introspeksin diri dan harus sadar dan responsif untuk mendukung penerapan hukuman terberat bagi para pelaku korupsi di negeri ini, “ jika bukan kita siapa lagi, jika bukan sekarang kapan lagi”,
Penulis : Fattur shiddiq ( mahasiswa UIN Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi )
Hey people!!!!!
Good mood and good luck to everyone!!!!!