Judi online kembali menjadi perbincangan hangat di Indonesia, terutama setelah Jambi mencuat sebagai provinsi dengan jumlah pemain judi online terbanyak pada awal tahun 2025. Fakta ini mengejutkan banyak pihak karena Jambi selama ini jarang dikaitkan dengan kasus-kasus perjudian skala besar.
Menurut laporan resmi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), terdapat lebih dari satu juta pemain judi online di Indonesia selama kuartal pertama 2025. Dari jumlah tersebut, Jambi menyumbang angka signifikan, bahkan disebut sebagai daerah dengan aktivitas transaksi tertinggi. Ini menandakan bahwa praktik judi online telah meresap jauh ke dalam lapisan masyarakat, termasuk di wilayah yang sebelumnya dianggap minim pengaruh teknologi seperti Jambi.
Salah satu faktor utama penyebab fenomena ini adalah kemudahan akses. Dengan hanya bermodalkan ponsel dan koneksi internet, siapa pun bisa terhubung ke situs-situs judi online yang beroperasi secara ilegal. Banyak anak muda di Jambi tertarik karena promosi besar-besaran yang menjanjikan uang cepat dan hadiah menggiurkan.
Generasi muda menjadi kelompok paling rentan dalam fenomena ini. Pelajar dan mahasiswa, termasuk di Jambi, mulai terlibat dalam perjudian online sebagai pelarian dari tekanan ekonomi, pengaruh lingkungan, atau sekadar coba-coba. Dalam banyak kasus, mereka tidak sadar bahwa mereka sedang memasuki lingkaran adiktif yang berbahaya.
Lebih dari sekadar kegiatan ilegal, judi online kini menjadi ancaman sosial. Banyak keluarga di Jambi mulai resah karena anak-anak mereka sulit dikendalikan, sering meminjam uang, bahkan mencuri demi mempertahankan kecanduan berjudi. Akibatnya, muncul konflik keluarga, putus sekolah, hingga tindak kriminalitas.
Pemerintah pusat telah berupaya menindak lanjuti permasalahan ini dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Perjudian Daring. Hingga Januari 2025, Kementerian Komunikasi dan Digital telah memblokir lebih dari 5 juta konten judi online. Namun kenyataannya, situs-situs baru terus bermunculan dengan nama dan tampilan berbeda.
Di sisi lain, aparat penegak hukum di Jambi juga bergerak cepat. Beberapa penggerebekan telah dilakukan terhadap rumah-rumah yang dijadikan tempat judi online, dan sejumlah pelaku berhasil diamankan. Meskipun begitu, tindakan hukum saja belum cukup untuk memberantas akar permasalahan.
Yang lebih penting adalah edukasi dan literasi digital. Di Jambi, pendidikan tentang bahaya judi online masih sangat minim. Banyak pelajar dan mahasiswa yang belum memahami konsekuensi hukum dan psikologis dari keterlibatan mereka dalam aktivitas tersebut.
Pemerintah daerah Jambi, melalui dinas terkait, seharusnya mulai menyusun program edukatif yang menyasar anak muda. Program ini bisa dilakukan lewat seminar, kampanye media sosial, dan integrasi dalam kurikulum pendidikan sekolah menengah dan perguruan tinggi.
Orang tua juga memiliki peran besar. Kontrol dan komunikasi yang baik dengan anak-anak dapat menjadi benteng pertama dalam mencegah mereka terjerumus. Di era digital, pengawasan terhadap penggunaan gadget dan internet sangat penting untuk membatasi akses ke konten berbahaya seperti judi online.
Selain itu, tokoh agama dan masyarakat di Jambi juga dapat mengambil peran strategis. Dengan pendekatan nilai-nilai moral dan keagamaan, mereka bisa menyuarakan kampanye anti-judi yang lebih menyentuh dan diterima oleh masyarakat lokal.
Judi online bukan hanya masalah teknologi, tapi masalah moral, ekonomi, dan sosial. Saat anak-anak muda lebih mengenal aplikasi judi daripada aplikasi belajar, itu menjadi tanda bahaya besar bagi masa depan suatu daerah termasuk Jambi.
Perlu ada sinergi antarlembaga: pemerintah, kepolisian, sekolah, keluarga, dan komunitas. Jika semua pihak bekerja sama, fenomena ini bisa ditekan. Tanpa kolaborasi, Jambi mungkin hanya menjadi awal dari daftar panjang provinsi yang terkena dampak buruk dari judi online.
Jambi bisa menjadi contoh keberhasilan penanggulangan judi online jika mampu bangkit dan membentuk sistem perlindungan yang kuat bagi generasi mudanya. Tapi jika tidak ada langkah nyata, kita hanya akan menyaksikan semakin banyak anak muda kehilangan masa depannya di depan layar ponsel mereka.
Judi online telah menunjukkan betapa rapuhnya sistem kontrol sosial kita di era digital. Saatnya Jambi dan Indonesia menyadari bahwa yang kita hadapi bukan sekadar permainan daring, melainkan krisis yang nyata dan mendesak untuk segera diatasi.
Oleh: Vinaria sinambela, Mahasiswi Fakultas Hukum, Universitas Jambi