BREAKING NEWSDAERAHHUKUM DAN KRIMINALJAMBIOPINI

Perguruan Tinggi: Antara Pengetahuan atau Bisnis Pertambangan?

×

Perguruan Tinggi: Antara Pengetahuan atau Bisnis Pertambangan?

Sebarkan artikel ini

Revisi Undang-Undang Minerba membuka peluang bagi perguruan tinggi untuk terlibat dalam pengelolaan tambang. Bukan hanya mengundang pro dan kontra, tetapi juga memunculkan pertanyaan yang serius tentang masa depan pendidikan tinggi di Indonesia. Bagaimanakah Visi perguruan tinggi yang seharusnya menjadi benteng ilmu pengetahuan dan kemajuan sosial turut terlibat dalam industri yang seringkali diidentikkan dengan kerusakan lingkungan dan eksploitasi sumber daya alam?

 

Mengutip kalimat Ki Hadjar Dewantara, penddidikan adalah hasil budi manusia yang beradab dan bersifat hakiki sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan memiliki peran sentral, tidak terbatas pada proses transfer pengetahuan, namun juga untuk menanamkan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pendidikan tidak akan berhenti berkembang dan selalu beradaptasi menyesuaikan zaman dan waktu. Salah satu tempat pengembangan pendidikan yang menjadi rahim lahirnya kaum terdidik ialah perguruan tinggi.

 

Perguruan tinggi adalah Kawah Candradimuka, yakni tempat penggemblengan yang kemudian melahirkan kegigihan dan kebijaksanaan. Perguruan tinggi bukan sekedar rahim yang melahirkan intelektual dan keterampilan, namun juga sebagai arena yang mempertemukan berbagai perspektif, ide, dan gagasan tentang ilmu pengetahuan. Bagaikan obor di tengah kegelapan, perguruan tinggi memancarkan cahaya pengetahuan untuk melawan pembodohan.

 

Tri Dharma Perguruan Tinggi yang diejawantahkan dalam bentuk pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat, adalah pilar yang mencerminkan hubungan antara perguruan tinggi dan pendidikan yang tidak hanya sebatas pengembangan intelektual, namun juga antara masyarakat dan peradaban secara keseluruhan. Sebagai Kawah Candradimuka, perguruan tinggi hadir sebagai tempat ilmu pengetahuan ditempa, dikembangkan, dan diimplementasikan.

 

Namun saat ini godaan berkilau sedang menghampiri, upaya revisi Undang-Undang Minerba yang membuka peluang perguruan tinggi untuk mengelola tambang seakan menjerumuskannya dalam ancaman bahaya. Perguruan tinggi mesti berdiri tegak dengan tujuan luhurnya, yakni sebagai pembawa obor pengetahuan.

 

Kegiatan tambang di satu sisi menjanjikan keuntungan ekonomi, namun di sisi lain akan memberikan dampak negatif. Sebuah pertanyaan muncul, akankah perguruan tinggi tetap tegak dengan tujuan luhurnya sebagai pembawa obor pengetahuan atau terperangkap dalam bisnis tambang yang mengancam masa depan?

 

Tujuan pemerintah untuk mengoptimalkan potensi sumber daya alam (SDA) demi peningkatan perekonomian nasional patut diapresiasi, namun wacana ini mesti disertai pertanyaan kritis mengenai dampaknya kepada perguruan tinggi.

 

Mengintegrasikan perguruan tinggi dengan bisnis pertambangan berisiko mengaburkan peran fundamental perguruan tinggi yang sudah diatur dalam Undang-Undang.

 

Jika merujuk pada Pasal 20 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka perguruan tinggi memiliki tiga kewajiban, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Berdasarkan regulasi ini, maka kegiatan pengelolaan tambang sangat bertolak belakang dengan fungsi dan kewajiban dari perguruan tinggi, sehingga secara aturan menjadi sangat tidak selaras.

 

Peran penting perguruan tinggi dalam merangsang pemikiran kritis untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah berpotensi memudar, karena pemberian konsensi tambang secara tidak langsung dapat menjinakkan perrguruan tinggi. Setelah berhasil menjinakkan perguruan tinggi, maka peran kritisnya dalam mengontrol kebijakan pemerintah dipastikan tidak akan berjalan objektif. Selain itu, perguruan tinggi cenderung akan berorientasi pada aspek finansial untuk memperoleh profit yang besar, sehingga independensi perguruan tinggi yang seharusnya mendorong pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi masyarakat akan berubah menjadi entitas bisnis semata.

 

Perguruan tinggi akan terjebak konflik kepentingan, antara kepentingan akademik yang bebas dari komersialisasi dengan kepentingan finansial dari sektor tambang yang rawan eksploitasi. Perannya sebagai penjaga kebenaran ilmiah, akan tersandera konflik kepentingan lalu berdampak pada riset yang seharusnya netral dan objektif. Riset dan penelitian berpotensi terdistorsi karena adanya kepentingan bisnis yang melekat pada pengelolaan tambang.

 

Lebih jauh lagi, perguruan tinggi selama ini berperan mendorong terwujudnya lingkungan hidup yang berkelanjutan. Jika terlibat dalam industri pertambangan, perguruan tinggi bisa terjebak dalam praktik eksploitas yang justru merusak lingkungan dan berdampak buruk pada kehidupan masyarakat. Sebuah anomali jika perguruan tinggi malah terdistorsi terlibat langsung dalam praktik yang memiliki dampak sosial dan lingkungan yang negatif.

 

Guna menjaga perguruan tinggi dan tujuan luhur pendidikan sebagai pusat ilmu pengetahuan, maka perguruan tinggi mesti memegang teguh Tri Dharma Perguruan Tinggi. Pendidikan, penelitian, dan pengabdian, mesti diejawantahkan dalam pengembangan riset yang mendukung teknologi ramah lingkungan dan energi terbarukan. Dengan demikian, perguruan tinggi tetap menjadi obor penjaga integritas ilmu pengetahuan.

Penulis : Rahmad Syafe’i Direktur Eksekutif LKBHMI Jambi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *