Oleh : Christian Napitupulu ( Penggiat Agraria )
Didiklah kaum Tani dengan kebenaran dan kesadaran.
Itulah sepenggal kata – kata penyemangat bagi masyarakat tani yang tinggal didalam kawasan hutan.
Kesadaran masyarakat tani terhadap kepemilikan tanah dan status tanah masih terlalu minim, dengan adanya satgas PKH masyarakat yang tinggal didalam Kawasan Hutan Produksi ( HP ), Kawasan Hutan Lindung ( HL ), Kawasan Tahura, Kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK ) serta Kawasan Taman Nasional ( TN ) yang selama ini merasa aman tanpa legalitas akhirnya mulai terusik dengan diterbitkannya peraturan presiden nomor 5 tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
Penertiban Kawasan Hutan sendiri melibatkan 10 Instansi Negara, melihat kondisi masyarakat yang tinggal di dalam Taman Nasional Tesso Nilo ( TNTN ) yang viral dimedia sosial, Peraturan Presiden No 5 Tahun 2025 tentang penertiban kawasan hutan ini membuat asumsi masyarakat yang tinggal dikawasan hutan semakin liar. Asumsi liar ini kemudian menimbulkan ketakutan – ketakutan tidak berdasar apalagi terjadi pemasangan plang – plang penertiban Kawasan hutan yang dilakukan oleh Satgas PKH diwilayah perkebunan rakyat.
Belum lagi masyarakat dipertontonkan dimedia sosial dengan keadaan masyarakat di didalam TNTN diberikan anjuran untuk mengosongkan lahan secara mandiri.
Christian Napitupulu penggiat agraria di provinsi jambi memaknai berbeda dengan hadirnya Satgas PKH ini, dia mengajak masyarakat untuk tidak panik.
Mari kita maknai kedatangan satgas PKH ini sebagai jalan menuju kepastian pengelolaan tanah bagi petani kecil ( akses legal ).
Petani kecil sendiri menurutnya adalah petani yang memiliki lahan kelola maksimal 5 Ha, mengapa lima Ha karena sudah jelas didalan aturan Kementerian ATR/BPN maupun Kemenhut.
Dia juga menegaskan pada prinsipnya tujuan Presiden Prabowo menerbitkan Perpres tersebut setta membentuk Satgas PKH adalah bagaimana menertibkan kepemilikan berlebih yang selama ini hanya dinikmati oleh segelintir orang.
Terbukti 1 juta lebih telah dikuasai oleh negara dalam waktu cepat yang didapat dari perusahaan – perusahaan serta pribadi dengan luasan fantastis yang menguasai kawasan hutan tanpa izin dan menguntungkan sepihak.
Penguasaan pribadi dengan jumlah yang fantastis dapat dilihat sewaktu penertiban di TNTN. ada penguasaan 100 ha sampai 1000 Ha yang dikelola satu orang, mereka selama ini berlindung atas nama rakyat.
Perpres 5 Tahun 2025 ini adalah hal yang baik bagi masyarakat tani karena selama ini masyarakat yang tinggal didalam Kawasan hutan sebahagian besar tidak pernah mau untuk ditertibkan secara administrasi negara.
Mereka tidak mau mengurus izin ke kementerian kehutanan bahkan dengan dalil Tanah untuk rakyat, penguasaan masyarakat secara gila – gilaan ini telah banyak merubah fungsi hutan tersebut.
Menurut christian sebenarnya keinginan negara cukup sederhana dengan keberadaan masyarakat didalam Kawasan hutan dengan luas maksimal 5 Ha, masyarakat dipersilahkan mengurus akses legal ( Izin ) dan negara mendapatkan kewajiban melalui PSDH ( Provisi Sumber Daya Hutan ) dan dibayarkanewat skema PNBP ( Penerimaan Negara Bukan Pajak ). Terbukti didalam Satgas PKH kementrian keuangan dilibatkan.
Christian juga mengajak para penggiat agraria untuk mengajarkan rakyat dengan benar tentang penyelesaian atau tata cara mendapatkan akses legal bagi masyarakat, contoh :
di dalam kawasan HPK mari ajak masyrakat mengusulkan untuk dilepaskan.
Dikawasan hutan produksi, gunakan skema yang menguntungkan rakyat yaitu PPTKH atau PS, begitu juga diTahura dan Taman Nasional.
Jangan rakyat dimimpi – mimpikan Tora didalam Taman nasional karena tidak ada regulasinya.
Pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan regulasi didalam kawasan hutan melalui kementerian terkait jauh sebelum ada Satgas.
Saat ini tinggal rakyat yang memilih, mengurus akses legal yang memungkinkan mereka dapat mengelola tanah tersebut.
Adapaun beberapa aturannya antara lain yaitu :
1. PERPES 62 TAHUN 2023 tentang percepatan Reforma Agraria
2. PP 23 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan kehutanan.
3. PP 24 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari denda administratif di bidang kehutanan.
Diwilayah Hutan Produksi, Hutan lindung
1.Permenlhk no 9 Tahun 2021.
Diwilayah izin konsesi Perizinan berusaha pemanfaatan Hutan ( PBPH ) dan wilayah Taman Nasional pemerintah juga telah mengeluarkan aturan yaitu :
1. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 285 Tahun 2024 tentang kemitraan konsesi hutan dan pembinaan dalam entitas perizinan berusaha pemanfatan hutan.
2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 14 Tahun 2023 tentang Penyelesaian Usaha dan/atau Kegiatan Terbangun di Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Taman Buru.
Memang didalam pasal 33 UUD 1945 juga sudah dijelaskan bahwa Tanah, Air dan segala kandungannya dikuasai negara untuk kesejahtraan rakyat.
Namun disektor kehutanan harini masih dinikmati oleh segelintir orang mengatasnamakan rakyat.
Mari kita mencari solusi dengan mengurus akses legal ditengah – tengah aturan yang telah dikeluarkan bukan menyesatkan seakan – akan negara menggusur rakyat, kita harus berdiri ditengah – tengah petani kecil agar ada kepastian dan kenyamanan menanam dan berproduksi bagi kaum Tani.