Jambi, 10 April 2025 — Upaya mediasi antara PT Anggrek Jambi Makmur (AJM) dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher Jambi terkait dugaan wanprestasi berakhir tanpa titik temu. Sengketa ini pun dipastikan akan berlanjut ke proses persidangan.
Latar Belakangan sengketa.
PT AJM menggugat RSUD Raden Mattaher atas dugaan wanprestasi karena dinilai telah melanggar perjanjian kerja sama pengangkutan limbah B3 yang telah disepakati kedua belah pihak. Dalam perjanjian tersebut disebutkan bahwa pihak rumah sakit sebagai penghasil limbah tidak dapat menunjuk pihak ketiga atau pihak lain dalam jasa pengangkutan limbah tanpa persetujuan tertulis dari para pihak
Namun, faktanya, RSUD Raden Mattaher secara sepihak menunjuk dan mengalihkan ke perusahaan lain, yakni PT Kenali Indah Sejahtera, untuk turut mengangkut limbah B3 tanpa adanya persetujuan dari PT AJM. Tindakan ini dinilai sebagai bentuk ingkar janji (wanprestasi) dan pelanggaran terhadap isi kontrak kerja yang masih sah dan berlaku.
Menurut R. Subekti, ahli hukum perdata terkemuka, wanprestasi dapat terjadi dalam empat bentuk:
1. Tidak melakukan apa yang seharusnya disanggupi untuk dilakukan.
2. Melaksanakan yang dijanjikan, namun tidak sebagaimana yang diperjanjikan.
3. Melakukan apa yang telah diperjanjikan, namun terlambat pada waktu pelaksanaannya.
4. Melakukan sesuatu hal yang di dalam perjanjiannya tidak boleh dilakukan.
Dalam konteks ini, tindakan RSUD Raden Mattaher yang secara sepihak menunjuk PT Kenali Indah Sejahtera sebagai pengangkut limbah B3 tanpa persetujuan PT AJM dapat dikategorikan sebagai bentuk wanprestasi.
Tanggapan Kuasa Hukum RSUD Raden Mattaher
Kuasa hukum RSUD Raden Mattaher, Ilham Kurniawan, menyatakan bahwa pihak rumah sakit telah bertindak sesuai hukum dengan mengikuti prosedur mediasi dan hadir dalam proses yang berlaku. Ia juga menyebut bahwa tuduhan wanprestasi masih sepihak dan belum terbukti secara hukum.
Terkait tudingan bahwa rumah sakit belum melakukan pembayaran sebagaimana diatur dalam perjanjian, pihak RSUD berdalih bahwa hal itu disebabkan adanya kekurangan kelengkapan administrasi. Lebih lanjut, pihak rumah sakit juga menegaskan bahwa saat ini pengangkutan limbah B3 dikelola oleh beberapa perusahaan, termasuk PT Bintang Mas, PT Tenang Jaya, PT Global, dan PT Kenali Indah Sejahtera.
Menurut Ilham, rumah sakit memiliki kewenangan untuk bekerja sama dengan lebih dari satu perusahaan pengangkut limbah, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum. “Kontrak tidak boleh melanggar hukum. Kita negara hukum, dan sesuai aturan, rumah sakit bisa bekerja sama dengan lebih dari satu perusahaan, apalagi untuk pengelolaan limbah yang kompleks,” tegasnya.
Namun demikian, PT AJM menolak alasan tersebut. Mereka menyatakan tidak pernah dilibatkan dalam proses evaluasi kontrak atau perjanjian, apalagi menyetujui masuknya pihak ketiga dalam jasa pengangkutan limbah. “Kami tidak tahu sama sekali soal kerja sama dengan PT Kenali Indah Sejahtera. Sejak awal, kami satu-satunya yang tercatat dan sah mengangkut limbah rumah sakit hingga 2029,” ungkap perwakilan hukum PT AJM.
PT AJM juga menyoroti bahwa dalil-dalil hukum yang disampaikan oleh pihak RSUD tidak disertai dengan dasar hukum yang konkret dan relevan. Hingga saat ini, pihak RSUD belum menjelaskan secara rinci pasal perundang-undangan mana yang memberi dasar bagi mereka untuk secara sepihak mengingkari isi perjanjian yang telah mengikat secara hukum.
Dalam perspektif hukum, perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sadar dan sukarela merupakan undang-undang bagi mereka yang membuatnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Maka, pelanggaran terhadap isi perjanjian oleh salah satu pihak—tanpa adanya perubahan atau adendum yang disepakati bersama—dapat dikualifikasikan sebagai wanprestasi.
Selain itu, konsekuensi hukum dari wanprestasi dapat berupa tuntutan ganti rugi, pembatalan kontrak, atau pemenuhan prestasi sesuai dengan perjanjian. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam KUHPerdata yang mengatur akibat hukum dari wanprestasi.
Dengan gagalnya proses mediasi, kini kasus ini akan dibawa ke ranah persidangan untuk diuji dan diputus oleh majelis hakim. Perkara ini akan menjadi ujian penting terhadap konsistensi penerapan asas pacta sunt servanda (janji harus ditepati) dalam dunia hukum kontraktual di sektor pelayanan publik dan pengelolaan limbah medis.